Definisi asi
ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang
dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi. ASI
terdiri dari berbagai komponen gizi dan non gizi. Komposisi ASI tidak
sama selama periode menyusui, pada akhir menyusui kadar lemak 4-5 kali
dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui. Juga
terjadi variasi dari hari ke hari selama periode laktasi. Keberhasilan
laktasi dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat kehamilan. Kondisi
sebelum kehamilan ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir
dan saat pubertas. Pada saat kehamilan yaitu trimester II payudara
mengalami pembesaran karena pertumbuhan dan difrensiasi dari
lobuloalveolar dan sel epitel payudara. Pada saat pembesaran payudara ini
hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang berperan dalam
produksi ASI (Suharyono, 1990).
Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin menghasilkan ASI dalam alveolar dan bekerjanya prolaktin ini dipengaruhi oleh lama dan frekuensi pengisapan ( suckling). Hormon oksitosin disekresi oleh kelenjar pituitary sebagai respon adanya suckling yang akan menstimulasi sel-sel mioepitel untuk mengeluarkan ( ejection) ASI. Hal ini dikenal dengan milk ejection reflex atau let down reflex yaitu mengalirnya
Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin menghasilkan ASI dalam alveolar dan bekerjanya prolaktin ini dipengaruhi oleh lama dan frekuensi pengisapan ( suckling). Hormon oksitosin disekresi oleh kelenjar pituitary sebagai respon adanya suckling yang akan menstimulasi sel-sel mioepitel untuk mengeluarkan ( ejection) ASI. Hal ini dikenal dengan milk ejection reflex atau let down reflex yaitu mengalirnya
ASI dari simpanan alveoli ke lacteal sinuses
sehingga dapat dihisap bayi melalui puting susu.
Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari)
dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah.
Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari)
dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah.
ASI matang adalah ASI yang dihasilkan ³ 21 hari
setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari
tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Volume ASI pada tahun
pertama adalah 400 – 700 ml/24 jam, tahun kedua 200 – 400 ml/24 jam, dan
sesudahnya 200 ml/24 jam. Dinegara industri rata-rata volume ASI pada
bayi dibawah usia 6 bulan adalah 750 gr/hari dengan kisaran 450 – 1200
gr/hari (ACC/SCN, 1991). Pada studi Nasution.A (2003) volume ASI bayi
usia 4 bulan adalah 500 – 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 – 600
gr/hari, dan bayi usia 6 bulan adalah 350 – 500 gr/hari.
Produksi ASI dapat meningkat atau menurun
tergantung pada stimulasi pada kelenjar payudara terutama pada minggu
pertama laktasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain
:.......
1.Frekuensi Penyusuan
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan
bahwa produksi
ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu (Hopkinson et al, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan
menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu (Hopkinson et al, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan
menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
2. Berat Lahir
Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi
dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap,
frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi
pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan
mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi
yang mendapat formula. De Carvalho (1982) menemukan hubungan positif
berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14
hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
3. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intik
ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang
dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif
sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur.
Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat
badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.
4. Umur dan Paritas
Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil
hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai intik bayi terhadap
ASI. Lipsman et al (1985) dalam ACC/SCN (1991) menemukan bahwa pada ibu
menyusui usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan
pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari 25 bayi. Pada ibu yang melahirkan
lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari keempat setelah melahirkan
lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan pertama kali (Zuppa et al,
1989 dalam ACC/SCN, 1991), meskipun oleh Butte et al (1984) dan Dewey et
al (1986) dalam ACC/SCN, (1991) secara statistik tidak terdapat hubungan
nyata antara paritas dengan intik ASI oleh bayi pada ibu yang gizi baik.
5. Stres dan Penyakit Akut
Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi
sehingga mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI.
Pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan
nyaman. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai
tipe stres ibu khususnya kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi
ASI. Penyakit infeksi baik yang
kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi
ASI.
kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi
ASI.
6. Konsumsi Rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan
mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok
akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin. Studi Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan
adanya hubungan antara merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI
tidak diukur secara langsung. Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan
bahwa prevalensi ibu perokok yang masih
menyusui 6 – 12 minggu setelah melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al (1982) mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok.
menyusui 6 – 12 minggu setelah melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al (1982) mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok.
7. Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi
dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses
pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi
oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi
oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan
kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg
mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Matheson, 1989).
8. Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan
progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI (Koetsawang,
1987 dan Lonerdal, 1986 dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya
mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task
Force on Oral Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal
ini WHO merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang
menggunakan pil kontrasepsi.
Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI yaitu
penimbangan berat badan bayi sebelum dan setelah menyusui; dan
pengosongan payudara. Kurva berat badan bayi merupakan cara termudah
untuk menentukan cukup tidaknya produksi ASI (Packard, 1982). Dilihat
dari sumber zat gizi dalam ASI maka ada 3 sumber zat gizi dalam ASI yaitu
: 1) disintesis dalam sel secretory payudara dari precursor yang ada di
plasma; 2) disintesis oleh sel-sel lainnya dalam payudara; 3) ditransfer secara
langsung dari plasma ke ASI (Butte, 1988). Protein, karbohidrat, dan lemak berasal dari sintesis dalam kelenjar payudara dan transfer dari plasma ke ASI, sedangkan vitamin dan mineral berasal dari transfer plasma ke ASI. Semua fenomena fisiologi dan biokimia yang mempengaruhi komposisi plasma dapat juga mempengaruhi komposisi ASI. Komposisi ASI dapat dimodifikasi oleh hormon yang mempengaruhi sintesis dalam kelenjar payudara (Vaughan, 1999).
langsung dari plasma ke ASI (Butte, 1988). Protein, karbohidrat, dan lemak berasal dari sintesis dalam kelenjar payudara dan transfer dari plasma ke ASI, sedangkan vitamin dan mineral berasal dari transfer plasma ke ASI. Semua fenomena fisiologi dan biokimia yang mempengaruhi komposisi plasma dapat juga mempengaruhi komposisi ASI. Komposisi ASI dapat dimodifikasi oleh hormon yang mempengaruhi sintesis dalam kelenjar payudara (Vaughan, 1999).
Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap
komposisi ASI adalah intik pangan aktual, cadangan gizi, dan gangguan
dalam penggunaan zat gizi. Perubahan status gizi ibu yang mengubah
komposisi ASI dapat berdampak positif, netral, atau negatif terhadap bayi
yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang tetapi kadar zat gizi dalam
ASI dan volume ASI tidak berubah maka zat gizi untuk sintesis ASI diambil
dari cadangan ibu atau jaringan ibu. Komposisi ASI tidak konstan dan
beberapa faktor fisiologi dan faktor non fisiologi berperan secara langsung dan
tidak langsung. Faktor fisiologi meliputi umur penyusuan, waktu
penyusuan, status gizi ibu, penyakit akut, dan pil kontrasepsi. Faktor
non fisiologi meliputi aspek lingkungan, konsumsi rokok dan alkohol
(Matheson, 1989).
Kelahiran bayi merupakan momen yang menggembirakan bagi
orang tua manapun. Akan tetapi kesejahteraan janin dan setelah lahir, didasari
oleh kasehatan wanita saat hamil. Nutrisi memainkan peran terpenting bagi
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat untuk bayi, air susu ibu atau yang kita
kenal selama ini dengan ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan paling
utama bagi bayi yang lahir, karena ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi akan
energi dan gizi bayi bahkan selama 4 – 6 bulan pertama kehidupannya, dapat
mencapai tumbuh kembang yang optimal berkat ASI. Selain sebagai sumber energi
dan zat gizi, pemberian ASI juga merupakan media untuk menjalin hubungan
psikologis antara ibu dan bayinya, hubungan ini akan mengantarkan kasih sayang
dan perlindungan ibu kepada bayinya serta memikat kemesraan bayi terhadap
ibunya, sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis dengan penuh kasih
sayang (Ramaiyah, Savitri, 2006)
Namun sebaliknya dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan ibu-ibu yang tidak berhasil menyusui bayinya atau bahkan menghentikan menyusui bayinya lebih dini dengan berbagai alasan. Dari sebuah penelitian didapatkan data bahwa 98 ribu dari 100 ribu ibu-ibu yang mengatakan produksi ASI-nya kurang, padahal sebenarnya mereka mempunyai cukup ASI, tetapi kurang mendapat informasi tentang manajemen laktasi yang benar, posisi menyusui yang tepat, serta terpengaruh mitos-mitos tentang menyusui, yang umumnya dapat menghambat produksi ASI. Bayi yang kurang mendapatkan ASI atau kurang minum, pada umumnya bukan karena ibunya yang tidak memproduksi ASI sebanyak yang diperlukan oleh bayi, disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya karena posisi menyusui yang tidak benar. Posisi tersebut adalah posisi mulut bayi terhadap puting ibu, bukan posisi bayi terhadap badan ibu.Berdasarkan hasil penelitian Dian Nur Susanti, 2006 tentang kegagalan dalam menyusui pada ibu post partum primipara yang menyusui bayi berusia 3 hari – 2 bulan terdapat dua faktor pencetus kegagalan tersebut, yang pertama adalah faktor teknik menyusui dimana dari 32 orang ibu post partum primipara terdapat 19 orang ( 59,38 % ) yang menyusui dengan teknik menyusui buruk, sedangkan 13 orang lagi ( 40, 62 % ) teknik menyusuinya baik. Faktor yang kedua adalah Produksi ASI dimana didapatkan 19 orang ( 59, 38 % ) produksi ASI nya buruk dan 13 orang lagi ( 40, 62 % ) merupakan produksi ASI yang baik. Menyusui adalah sesuatu yang alami, dan segala sesuatu yang alami adalah yang terbaik bagi semua orang.
Namun, demikian hal tersebut tidak selalu mudah dilakukan. Menyusui yang sukses membutuhkan dukungan baik dari orang yang telah mengalaminya atau dari seseorang yang profesional, Selain itu menyusui sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi, besarnya manfaat ASI bahkan telah di kampanyekan oleh UNICEF (United Nations Children’s Fund ) melalui Pekan Menyusui Sedunia atau World Breast Feeding Week yang diselenggarakan setiap tanggal 1 – 7 Agustus. Kampanye itu antara lain mengajak masyarakat di seluruh dunia, terutama kaum ibu untuk memberikan manfaat ASI kepada bayi dan mengenal manfaat pemberian ASI bagi dirinya sendiri ( Martin Leman, 2007 ).
Namun sebaliknya dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan ibu-ibu yang tidak berhasil menyusui bayinya atau bahkan menghentikan menyusui bayinya lebih dini dengan berbagai alasan. Dari sebuah penelitian didapatkan data bahwa 98 ribu dari 100 ribu ibu-ibu yang mengatakan produksi ASI-nya kurang, padahal sebenarnya mereka mempunyai cukup ASI, tetapi kurang mendapat informasi tentang manajemen laktasi yang benar, posisi menyusui yang tepat, serta terpengaruh mitos-mitos tentang menyusui, yang umumnya dapat menghambat produksi ASI. Bayi yang kurang mendapatkan ASI atau kurang minum, pada umumnya bukan karena ibunya yang tidak memproduksi ASI sebanyak yang diperlukan oleh bayi, disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya karena posisi menyusui yang tidak benar. Posisi tersebut adalah posisi mulut bayi terhadap puting ibu, bukan posisi bayi terhadap badan ibu.Berdasarkan hasil penelitian Dian Nur Susanti, 2006 tentang kegagalan dalam menyusui pada ibu post partum primipara yang menyusui bayi berusia 3 hari – 2 bulan terdapat dua faktor pencetus kegagalan tersebut, yang pertama adalah faktor teknik menyusui dimana dari 32 orang ibu post partum primipara terdapat 19 orang ( 59,38 % ) yang menyusui dengan teknik menyusui buruk, sedangkan 13 orang lagi ( 40, 62 % ) teknik menyusuinya baik. Faktor yang kedua adalah Produksi ASI dimana didapatkan 19 orang ( 59, 38 % ) produksi ASI nya buruk dan 13 orang lagi ( 40, 62 % ) merupakan produksi ASI yang baik. Menyusui adalah sesuatu yang alami, dan segala sesuatu yang alami adalah yang terbaik bagi semua orang.
Namun, demikian hal tersebut tidak selalu mudah dilakukan. Menyusui yang sukses membutuhkan dukungan baik dari orang yang telah mengalaminya atau dari seseorang yang profesional, Selain itu menyusui sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi, besarnya manfaat ASI bahkan telah di kampanyekan oleh UNICEF (United Nations Children’s Fund ) melalui Pekan Menyusui Sedunia atau World Breast Feeding Week yang diselenggarakan setiap tanggal 1 – 7 Agustus. Kampanye itu antara lain mengajak masyarakat di seluruh dunia, terutama kaum ibu untuk memberikan manfaat ASI kepada bayi dan mengenal manfaat pemberian ASI bagi dirinya sendiri ( Martin Leman, 2007 ).
Kesulitan menyusui pada umumnya terjadi pada ibu yang
baru pertama kali melahirkan. Disamping merupakan sebuah pengalaman yang baru,
ibu juga biasanya canggung saat menggendong bayinya bahkan panik bila
menangis keras karena sesuatu hal. Sebaliknya, bayi yang baru lahirpun harus
belajar cara menyusu yang benar, yaitu puting susu dan 90 % areola mamae
masuk kedalam mulut dan kemudian lidahnya melakukan gerakan menghisap.
UNICEF memperkirakan bahwa pemberian ASI eksklusif sampai
usia 6 bulan dapat mencegah kematian anak berusia dibawah 5
tahun sebesar 1,3 juta. Suatu penelitian di Ghana yang diterbitkan dalam Jurnal Pediatrics juga menunjukkan 16 %
kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi yang dimulai pada
hari pertama kelahirannya. Angka ini naik menjadi 22 % jika pemberian ASI
dimulai dalam satu jam pertama setelah kelahiran bayi. Sedangakan di Indonesia
kematian bayi baru lahir ( usia di bawah 28 hari ) sekitar 21.000 dapat dicegah
melalui pemberian ASI pada 1 jam setelah bayi baru lahir (Anton,
Baskoro, 2008 ).
Adapun alasan penulis mengambil topik ini menjadi sebuah karya tulis ilmiah dengan judul “ Hubungan Teknik Menyusui dengan Produksi ASI pada Ibu Post partum Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sail“ pada awalnya terinspirasi dari pengalaman yang pernah penulis lihat, baik di masyarakat maupun di klinik-klinik bersalin saat melakukan Praktek Kerja Lapangan ( PKK) yaitu pada RB 1 terdapat 19 orang ibu post partum yang baru bersalin, 11 orang diantaranya ibu primipara yang tidak mengetahui teknik menyusui yang baik. Sedangkan RB yang kedua terdapat 25 orang ibu post partum, 9 orang diantaranya juga tidak mengetahui teknik menyusui yang baik serta dari majalah-majalah atau artikel kesehatan dimana banyak ibu-ibu yang mengeluh tidak dapat menyusukan bayinya karena produksi ASI yang sedikit. Padahal kalau diperhatikan keadaan fisik dan psikologis ibu baik dan struktur payudara ibu secara anatomis juga baik. Namun kenyataannya kegagalan menyusui masih terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena teknik menyusui yang kurang tepat, yaitu pada RB 1 terdapat 19 orang ibu post partum yang baru bersalin, 11 orang diantaranya ibu primipara yang tidak mengetahui teknik menyusui yang baik. Sedangkan RB yang kedua terdapat 25 orang ibu post partum, 9 orang diantaranya juga tidak mengetahui teknik menyusui yang baik serta dari majalah-majalah atau artikel kesehatan dimana banyak ibu-ibu yang mengeluh tidak dapat menyusukan bayinya karena produksi ASI yang sedikit. Padahal kalau diperhatikan keadaan fisik dan psikologis ibu baik dan struktur payudara ibu secara anatomis juga baik. Namun kenyataannya kegagalan menyusui masih terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena teknik menyusui yang kurang tepat.
Adapun alasan penulis mengambil topik ini menjadi sebuah karya tulis ilmiah dengan judul “ Hubungan Teknik Menyusui dengan Produksi ASI pada Ibu Post partum Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sail“ pada awalnya terinspirasi dari pengalaman yang pernah penulis lihat, baik di masyarakat maupun di klinik-klinik bersalin saat melakukan Praktek Kerja Lapangan ( PKK) yaitu pada RB 1 terdapat 19 orang ibu post partum yang baru bersalin, 11 orang diantaranya ibu primipara yang tidak mengetahui teknik menyusui yang baik. Sedangkan RB yang kedua terdapat 25 orang ibu post partum, 9 orang diantaranya juga tidak mengetahui teknik menyusui yang baik serta dari majalah-majalah atau artikel kesehatan dimana banyak ibu-ibu yang mengeluh tidak dapat menyusukan bayinya karena produksi ASI yang sedikit. Padahal kalau diperhatikan keadaan fisik dan psikologis ibu baik dan struktur payudara ibu secara anatomis juga baik. Namun kenyataannya kegagalan menyusui masih terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena teknik menyusui yang kurang tepat, yaitu pada RB 1 terdapat 19 orang ibu post partum yang baru bersalin, 11 orang diantaranya ibu primipara yang tidak mengetahui teknik menyusui yang baik. Sedangkan RB yang kedua terdapat 25 orang ibu post partum, 9 orang diantaranya juga tidak mengetahui teknik menyusui yang baik serta dari majalah-majalah atau artikel kesehatan dimana banyak ibu-ibu yang mengeluh tidak dapat menyusukan bayinya karena produksi ASI yang sedikit. Padahal kalau diperhatikan keadaan fisik dan psikologis ibu baik dan struktur payudara ibu secara anatomis juga baik. Namun kenyataannya kegagalan menyusui masih terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena teknik menyusui yang kurang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar