Wisata budaya merupakan salah satu daya tarik di
Negeri Sakura Jepang. Jepang memiliki banyak kuil, kastil atau istana sebagai
bentuk peninggalan budayanya di masa silam. Berbagai peninggalan sejarah dan
budaya tersebut masih dipertahankan hingga kini dan malah menjadi penyedot
wisatawan domestik maupun asing yang penasaran dengan bangunan-bangunan
kekaisaran Jepang tempo dulu.
Dan Istana Kawagoe
Honmaru merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Jepang yang masih bertahan
dan bisa dijumpai oleh wisatawan. Istana megah ini dibangun pada pertengahan
abad kelima belas tatkala Tokugawa Igasu memrintah pemerintahan barunya di
kawasan Edo. Istana ini dulunya merupakan tempat yang penting dan sentral dalam
arus kepentingan kekaisaran. Istana ini pernah didiami oleh sekitar dua puluh
satu kaisar dari klan-klan yang berbeda. Jadi, Istana Kawagoe Honmaru ini
banyak menyimpan kisah banyak sekali kaisar yang pernah mendiaminya.
Sebagaimana
istana-istana atau kuil lainnya di Jepang, Istana Kawagoe Honmaru ini telah
mengalami banyak sekali kekacauan dan kehancuran sebagai dampak dari peperangan
atau gangguan alam. Dan bangunan yang masih bisa dilihat kini ialah bentuk
renovasi yang pernah dilakukan pada abad kesembilan belas, yang merupakan masa
beberapa dekade silam sebelum akhir dari masa feodal Jepang. Istana Kawagoe
Honmaru ini kini menjadi salah satu destinasi wisata budaya dan sejarah di
Jepang dan banyak dikunjungi oleh kalangan turis domestik maupun turis asing
dari berbagai belahan dunia.
Adapun tempat-tempat
menarik yang ada di sekitar Kawagoe ini ialah Jalan Kurazukuri yang terdiri
dari bangunan yang tahan dari serangan api dan telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk menyimpan beragam komoditas untuk didagangkan. Kota
Kawagoe ini merupakan pusat perdagangan utama yang peranannya cukup penting
yang melayani kota tetangga Tokyo. Selain itu, ada juga Candi Kitain yang
menjadi salah satu destinasi wisata yang letaknya berdekatan dengan Istana
Kawagoe ini. Candi ini merupakan pusat dari sebuah sekte penting di Jepang
bernama Sekte Tenadai Budhisme yang dipimpin oleh seorang berkepribadian
dinamis dan biasanya disebut Tenkai.
Menara utama
Istana Hiroshima dan parit dalam
Hiroshima
Castle (広島城 Hiroshima-jō?) atau sering
disebut istana ikan Koi
(鯉城 rijō?) adalah istana yang terletak
di kota Hiroshima, Prefektur
Hiroshima, Jepang.
Pertama kali
dibangun pada tahun 1589,
Istana Hiroshima merupakan pusat kekuasaan daimyo wilayah han Hiroshima. Bom atom yang
dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus
1945 menghancurkan
seluruh bangunan istana. Istana yang ada sekarang merupakan replika yang
dibangun pada tahun 1958
dan berfungsi sebagai museum sejarah Hiroshima periode sebelum Perang Dunia
II.
Menara utama
yang berwarna hitam seperti warna ikan koi atau parit di sekeliling istana yang banyak terdapat ikan
koi menjadi alasan Istana Hiroshima dikenal sebagai istana ikan koi.
Tim bisbol
kebanggaan Hiroshima bernama Hiroshima Tōyō Carp karena
Carp dalam bahasa Inggris berarti ikan Koi ........
Konstruksi
Istana
Hiroshima dibangun di atas tanah delta yang lembek, distribusi bobot tembok
batu yang harus merata memerlukan teknik khusus. Bangunan istana yang asli
dibangun dari kayu dan selesai sekitar tahun 1592 atau tahun 1599.
Lantai atas
tembok batu bangunan Honmaru yang terdiri dari dua tingkat menjadi runtuh
akibat perbaikan yang dilakukan oleh Fukushima Masanori. Hasil
perbaikan yang gagal oleh Fukushima Masanori masih bisa dilihat sekarang ini.
Sejarah
Zaman Sengoku
Pembangunan istana dimulai pada tahun 1589 oleh pemimpin klan Mōri yang bernama Mōri Terumoto.
Istana dibangun di lokasi yang bernama Gokamura di delta sungai Ōta. Lokasi
istana dianggap strategis karena sungai dapat dijadikan sebagai sarana transportasi.
Istana Yoshidakōriyama di kota Akitakata
yang pernah menjadi pusat kekuasaan klan Mōri merupakan istana
di atas gunung (yamajiro) dengan pertahanan yang tidak dapat ditembus
walaupun berkali-kali pernah diserang musuh. Di zaman Sengoku
yang diwarnai perang perebutan wilayah, Istana Yoshidakōriyama terletak di
lokasi yang strategis bagi klan Mōri karena letaknya di tengah-tengah daerah San-in dan Sanyō.
Keadaan politik
dalam negeri Jepang menjadi stabil pada tahun terakhir era Tenshō dan klan Mōri telah
menjadi penguasa (taishu) 9 provinsi di wilayah Chugoku
senilai 1.200.000 koku,
tapi pekerjaan mengurus pemerintahan mulai berkurang. Istana Yoshidakōriyama
berada di gunung di lokasi terpencil yang tidak cocok sebagai pusat perdagangan
sehingga klan Mōri berniat untuk pindah. Klan Mōri memilih lokasi dataran rendah di pinggir
laut untuk membangun kota istana sebagai pusat transportasi
di Laut Pedalaman Seto yang merupakan jalur
perdagangan. Pendapat lain mengatakan rencana pembangunan istana di dataran
rendah sudah dipikirkan oleh kakek Mōri Terumoto
yang bernama Mōri Motonari.
Pembangunan
istana merupakan proyek besar dengan tahap pertama berupa pengurukan busung
pasir di sungai dan pengerukan bagian tanah yang berair untuk membuat parit.
Konstruksi istana menggunakan model istana abad pertengahan dengan mencontoh Istana Osaka.
Susunan bangunan mengikuti model rumah kediaman resmi Toyotomi Hideyoshi di Kyoto yang bernama
Jurakudai.
Ketika istana
dibangun, Toyotomi Hideyoshi sedang melancarkan perang penaklukan Joseon yang disebut Perang Tujuh Tahun. Toyotomi Hideyoshi ingin
menjadikan Istana Hiroshima sebagai garis belakang invasi ke Joseon dan membantu
dalam soal teknik pembangunan istana. Penasehat pribadi Hideyoshi yang bernama Kuroda Josui diutus untuk
membantu pembangunan istana. Ada cerita yang mengatakan Hideyoshi sendiri
datang menginap di Hiroshima untuk mengawasi pembangunan istana. Dua menara
kecil kabarnya dibangun di sebelah selatan dan timur menara utama.
Pembangunan
istana berhasil diselesaikan pada tahun 1599. Sewaktu baru saja
selesai, kemegahan istana kabarnya bisa menjadi saingan Istana Osaka,
tapi sayangnya bentuk bangunan sebelum dirombak oleh Fukushima Masanori tidak
diketahui secara pasti.
Zaman Edo
Istana
Hiroshima pindah tangan ke Fukushima Masanori setelah
wilayah kekuasaan klan Mōri dirampas oleh Tokugawa
Ieyasu akibat kalah dalam Pertempuran Sekigahara. Klan Mōri
dipindahkan ke dua provinsi Bōchō (provinsi Suō dan Nagato)
(wilayah han Chōshū).
Pada tahun 1619, Fukushima Masanori
menerima hukuman pemecatan karena melakukan perbaikan istana yang rusak akibat
banjir tanpa seizin Keshogunan Tokugawa. Fukushima Masanori
dipindahkan ke Kawanakajima di provinsi Shinano
dan Asano Nagaakira dari
provinsi Kii
Wakayama ditunjuk
sebagai penguasa istana yang baru. Dimulai dari Asano Nagaakira, klan Asano
menjadi penguasa Hiroshima selama 12 generasi atau sekitar 250 tahun. Penguasa
wilayah han Akō bernama Asano Takumi no kami yang menjadi
latar belakang peristiwa Chūshingura merupakan percabangan dari
klan Asano.
Istana
Hiroshima dulunya merupakan istana yang sangat luas pada masa pemerintahan han Hiroshima. Parit
dalam, parit tengah dan parit luar berada dalam radius 1 kilometer dari
bangunan istana. Istana yang terlihat sekarang ini luasnya sudah sangat
berkurang setelah parit luar diuruk pada tahun 1911 dan parit tengah teruruk
dengan puing-puing bangunan setelah ledakan bom atom.
Di dalam kota
Hiroshima sekarang ini masih bisa ditemui nama tempat dengan akhiran hori
(堀?, parit)
seperti Hatchōbori dan Yagenbori. Hatchōbori terletak sekitar hachi (八?, delapan) chō
(sekitar 880 meter) di bagian timur parit luar. Taman Jepang
bernama Shukkeien yang terletak disebelah timur Istana
Hiroshima, dulunya masih berada di dalam lingkungan istana.
Bagian selatan
parit luar sekarang menjadi jalan raya Aioi-dōri yang membujur dari timur ke
barat. Persimpangan Kamiya-chō nishi (depan Sogō Hiroshima) dulunya
merupakan lokasi pintu gerbang utama istana. Jalan raya Shirokita-dōri dulunya
merupakan ujung sebelah utara istana. Air untuk mengaliri parit luar diambil
dari sungai Hongawa (sungai Kyū-ōtagawa) dekat jembatan Misasabashi.
Daftar daimyō
penguasa Istana Hiroshima
- Mori Terumoto (1591-1600)*menerima 1.120.000 koku
- Fukushima Masanori (1600-1619), menerima 498.223 koku
- Asano Nagaakira (1619-1632), menerima 426.500 koku**
- Asano Mitsuakira (1632-1672)
- Asano Tsunaakira (1672-1673)
- Asano Tsunanaga (1673-1708)
- Asano Yoshinaga (1708-1752)
- Asano Munetsune (1752-1763)
- Asano Shigeakira (1763-1799)
- Asano Narikata (1799-1830)
- Asano Naritaka (1831-1858)
- Asano Yoshiteru (1858-1858)
- Asano Nagamichi (1858-1869)
- Asano Nagakoto (1869-1869)
*Tahun di dalam
tanda kurung adalah tahun berkuasa di Istana Hiroshima dan bukan tahun masa
hidup
**Daimyo setelah Asano Nagaakira semuanya menerima 426.500 koku
**Daimyo setelah Asano Nagaakira semuanya menerima 426.500 koku
Zaman Meiji hingga berakhirnya Perang Dunia II
Pada tahun 1871, Garnisun Kyushū yang
merupakan satu dari enam garnisun yang dibentuk militer Jepang ditempatkan di dalam
istana. Peran Hiroshima semakin penting sebagai kota militer setelah Garnisun
Kyushū ditingkatkan menjadi Garnisun Hiroshima pada tahun 1873. Fasilitas militer
seperti resimen ke-11 pasukan infantri dan sekolah taruna angkatan darat
Hiroshima juga berada di dalam lingkungan istana.
Di masa Peperangan
Jiawu, markas besar angkatan perang kekaisaran Jepang (Daihonei)
pindah untuk sementara ke dalam lingkungan istana karena letak Tokyo yang terlalu jauh
dari medan pertempuran. Dari tanggal 15 September
1894 hingga 27 April 1895, Kaisar Meiji tinggal untuk
sementara di Hiroshima. Parlemen kekaisaran Jepang juga pindah untuk sementara
ke dalam lingkungan istana. Sampai berakhirnya Peperangan Jiawu, Hiroshima
sebenarnya sempat menjadi ibu kota Jepang walaupun hanya beberapa bulan.
Di dalam
lingkungan istana masih bisa dilihat situs bersejarah bekas markas besar
angkatan perang kekaisaran Jepang. Letak Hiroshima dianggap strategis untuk
relokasi markas komando karena jalur kereta api Sanyō sudah sampai ke Hiroshima
pada bulan Juni 1894
dan kapal perang ukuran besar dapat merapat di pelabuhan Ujina (sekarang Pelabuhan Hiroshima).
Pada tahun 1931, menara utama istana
ditetapkan pemerintah sebagai pusaka nasional Jepang.
Pada tanggal 6 Agustus
1945 pukul 08:15
pagi, bangunan istana terbakar habis akibat bom atom. Sisa-sisa bangunan istana
tidak dapat dikenali, walaupun ada kesaksian yang mengatakan bahan bangunan
dari istana dipakai oleh warga kota yang mengalami kesulitan hidup. Lokasi
istana ditetapkan sebagai situs bersejarah pada tanggal 31 Maret
1953.
Bangunan yang ada sekarang
pintu gerbang
Omotegomon
Di dalam
lingkungan Istana Hiroshima hanya terdapat beberapa bangunan:
- Menara utama
Replika menara utama terbuat beton yang
meniru tampak luar bangunan menara utama yang asli. Menara dibangun sehubungan
dengan penyelenggaraan pameran pemulihan kota Hiroshima pada tahun 1958. Bangunan terdiri
dari 5 lantai dengan ketinggian 26,6 meter diatas batu fondasi yang
berketinggian 12,4 meter di atas permukaan tanah.
- Menara pengawas (Ninomaru Hirayagura, Tamon yagura, Taiko yagura) dan pintu gerbang Omotegomon
Semuanya merupakan replika bangunan
dari kayu yang selesai dibangun pada tahun 1994.
Kuil Shinto yang menempati bekas
Honmaru dan banyak dikunjungi orang yang melakukan Hatsumode pada awal tahun
baru.
- Bangunan lain: stasiun televisi Chūgoku Hōsō (RCC) yang merupakan bagian jaringan televisi TBS, patung Ikeda Hayato (politisi kelahiran Hiroshima di zaman Meiji),
Istana Heian
Istana Heian atau Daidairi
(大内裏?) adalah istana kekaisaran di ibu kota Jepang Heian-kyō (Kyoto) dari 794 hingga 1227. Istana berada di ujung
utara kota, dan dibangun meniru perencanaan kota Chang'an pada zaman Dinasti Tang dan Dinasti Sui. Istana ini berfungsi sebagai tempat kediaman resmi
kaisar dan pusat administrasi Jepang selama zaman Heian (794-1185).
Istana berada di kawasan tertutup yang dikelilingi
tembok. Di dalamnya terdapat beberapa gedung upacara dan administrasi, termasuk
kantor-kantor kementerian. Istana Dalam yang disebut Dairi (内裏?) dikelilingi tembok terpisah, dan merupakan kompleks
kediaman Kaisar Jepang.
Selain tempat tinggal kaisar, Dairi merupakan tempat kediaman istri-istri
kaisar serta gedung-gedung yang dipakai kaisar dalam melaksanakan tugas resmi
dan seremonial.
Tujuan utama dibangunnya istana ini untuk mewujudkan
model sentralisasi pemerintahan yang diadopsi dari Cina pada abad ke-7, dengan Daijō-kan berikut Delapan Kementerian di bawahnya. Istana
dirancang sebagai tempat yang pantas untuk kediaman kaisar, sekaligus bangunan
kantor untuk menjalankan urusan pemerintahan dan acara seremonial lainnya.
Istana Dalam (Dairi) terus digunakan sebagai kediaman kaisar hingga abad ke-12, namun bangunan-bangunan lain yang dibuat untuk upacara
agung sudah tidak dipakai lagi sejak abad ke-9. Hal ini disebabkan tidak berlakunya lagi beberapa
prosedur upacara yang diatur oleh undang-undang, dan pengalihan beberapa
upacara sisanya ke gedung yang lebih kecil di Dairi.
Sejak pertengahan zaman Heian, istana mengalami beberapa
kali kebakaran dan musibah lain. Semasa pembangunan kembali, kaisar dan
sejumlah tugas kementerian dipindahkan ke luar istana. Seringnya terjadi
kebakaran dan makin hilangnya kekuasaan politik dari tangan kaisar menyebabkan
Istana Heian tidak lagi dijadikan pusat administrasi pemerintahan. Pada
akhirnya istana terbakar habis pada tahun 1227, dan tidak pernah dibangun kembali. Di atas tanah bekas
istana didirikan berbagai bangunan sehingga hampir tidak ada sisa-sisa bangunan
yang tertinggal. Pengetahuan tentang Istana Heian hanya berdasarkan
sumber-sumber kontemporer, bagan dan lukisan kuno, serta ekskavasi arkeologis yang dilakukan secara terbatas sejak akhir
1970-an.
Lokasi
Peta skematis kota Heian-kyō yang menunjukkan lokasi
istana dan Istana Sementara Tsuchimikado yang kemudian dibangun menjadi Istana Kekaisaran Kyoto (dalam peta: persegi panjang abu-abu di timur laut
Daidairi).
Istana dibangun meniru model ibu kota Cina (khususnya ibu
kota Dinasti Tang di Chang'an) yang juga ditiru sewaktu membangun dua ibu kota
sebelumnya di Heijō-kyō
(sekarang disebut Nara) dan Nagaoka-kyō. Istana berada di ujung utara kota, persis di bagian
tengah, dengan bagian depan istana menghadap ke selatan. Sudut tenggara Istana
Heian berada di tengah-tengah bangunan yang sekarang disebut Istana Nijō. Pintu gerbang utama istana disebut Suzakumon,(
35°0′49″N
135°44′32″EKoordinat:
35°0′49″N
135°44′32″E) berada di ujung utara Jalan Raya
Suzaku yang membelah kota
menjadi dua bagian, timur dan barat, mulai dari pintu masuk kota yang disebut Rashōmon. Selain Suzakumon yang merupakan pintu gerbang utama,
Istana Heian memiliki 13 pintu gerbang lain yang berada di ujung ruas-ruas
jalan utama (大路 ōji?) di sekeliling istana, kecuali 3 ruas jalan di sudut
utara istana yang sekaligus merupakan batas utara kota.


Kompleks istana
(Daidairi)
Istana Heian (Daidairi) menempati tanah berbentuk
persegi panjang yang dikelilingi tembok. Panjang tanah dari utara ke selatan
sekitar 1,4 km. Batas utara dan selatan berupa jalan raya yang melintang dari
timur ke barat: batas utara adalah Ichijō ōji (一条大路?, Jalan Raya Ichijō) dan batas selatan adalah Nijō ōji (二条大路?, Jalan Raya Nijō). Lebar tanah dari barat ke timur
sekitar 1,2 km, antara Nishi Ōmiya ōji (西大宮大路?) dan Ōmiya ōji (大宮大路?) yang membujur dari utara ke selatan.[1] Tiga bangunan utama di dalam kompleks Istana Heian
adalah kompleks bangunan resmi Chōdō-in (朝堂院?), kompleks bangunan resepsi Buraku-in (豊楽院?), dan Istana Dalam (内裏 Dairi?).
Peta skematis kompleks Istana Heian
Chōdō-in adalah kompleks yang dikelilingi tembok pada
tanah berbentuk persegi panjang. Letaknya di bagian utara pintu gerbang
Suzakumon, tepatnya di bagian tengah selatan kompleks Istana Heian. Bangunan
Chōdō-in dibangun berdasarkan model bangunan Cina dan mengikuti gaya arsitektur
Cina. Hasil penggalian arkeologis mengungkap kompleks bangunan ini sudah ada
sejak Istana Heian mulai dibangun dan tata letak bangunan tidak berubah sejak
abad ke-7.[2]
Gedung utama di dalam kompleks Chōdō-in disebut
Daigokuden (大極殿?) atau Aula Agung. Letaknya di bagian paling utara
kompleks Chōdō-in. Bagian depan gedung menghadap ke selatan. Gedung ini
kemungkinan sangat besar, panjang kira-kira 52 m dari timur ke barat, lebar
kira-kira 20 m dari utara ke selatan.[3] Bangunan Aula Agung bergaya arsitektur Cina dengan
dinding berwarna putih, pilar berwarna merah terang, dan atap genting berwarna hijau.
Di dalam Aula Agung diadakan acara dan upacara resmi kenegaraan. Bagian selatan
Chōdō-in disebut Aula Dua Belas yang merupakan tempat duduk birokrat istana
sesuai dengan pangkat mereka. Di Heian Jingū terdapat rekonstruksi bangunan Daigokuden yang
kemungkinan dibangun mirip bangunan asli, namun dalam skala yang lebih kecil.
Upacara kenaikan tahta diadakan di Chōdō-in. Di tempat
ini pula, Kaisar Jepang memimpin rapat pagi hari mengenai urusan kenegaraan
bersama para birokrat istana, menerima laporan bulanan dari para pejabat,
mengadakan perayaan Tahun Baru, dan menerima duta besar negara asing.[4] Namun demikian, rapat pagi tidak lagi diadakan setelah
tahun 810,[5] dan begitu pula halnya dengan laporan bulanan. Resepsi
penerimaan duta besar negara asing tidak lagi dilakukan hingga akhir zaman
Heian. Pada akhir abad ke-10, perayaan Tahun Baru disederhanakan dan
dipindahkan ke Istana Dalam (Dairi). Upacara yang diadakan di Chōdō-in
hanyalah upacara kenaikan tahta dan upacara tertentu dalam agama Buddha.[4]
Kompleks besar lainnya di Istana Heian adalah Buraku-in.
Letaknya di sebelah barat Chōdō-in. Seperti halnya Chōdō-in, kompleks ini juga
bergaya Cina dan menempati tanah berbentuk persegi panjang. Buraku-in merupakan
tempat untuk melangsungkan perayaan dan perjamuan resmi, serta berbagai jenis hiburan
seperti perlombaan memanah.[3] Di bagian ujung utara kompleks Buraku-in dibangun aula
yang diberi nama Burakuden (豊楽殿?). Aula ini merupakan tempat duduk kaisar dan para
pendamping ketika mengamati kegiatan yang berlangsung di kompleks Buraku-in.
Seperti halnya Chōdō-in, Buraku-in juga akhirnya secara bertahap tidak dipakai
lagi karena sebagian besar upacara resmi dipindahkan ke Dairi.[4] Buraku-in adalah salah satu dari beberapa situs
arkeologi di kompleks Istana Heian yang telah digali.[3]
Selain terdapat Istana Dalam (Dairi), sisa tanah di
kompleks Istana Heian dipakai untuk bangunan kantor-kantor kementerian, kantor
pemerintah, bengkel kerja, dan gudang. Di sebelah timur Dairi terdapat kawasan
terbuka En no Matsubara (宴の松原?) yang ditumbuhi pohon pinus untuk jamuan makan di alam
terbuka. Gedung-gedung Daijōkan (太政官?, Dewan Negara) berada di kawasan lain yang dikelilingi
tembok, tepat di sebelah timur Chōdō-in. Di dalam kompleks Istana Heian
terdapat kuil bernama Shingon-in (真言院?) yang merupakan salah satu dari 3 kuil Buddha yang
diizinkan berada di ibu kota (dua kuil lainnya adalah Tō-ji dan Sai-ji).[6] Shingon-in berada di samping Dairi. Letak kuil ini
menunjukkan kedekatan sekte Shingon dengan istana semasa zaman Heian.
Istana Dalam (Dairi)
Peta skematis Istana Dalam
Istana Dalam (Dairi) berada di timur laut
Chōdō-in, sedikit agak ke timur dari poros utara-selatan kompleks Istana Heian.
Bangunan utama di Dairi disebut Aula Tahta. Di dalam Dairi terdapat istana
kediaman keluarga kaisar (Kōkyū) yang terdiri dari kediaman kaisar serta paviliun untuk
istri-istri kaisar dan pelayan pribadi anggota keluarga kekaisaran. Dua lapis
tembok melindungi kompleks Dairi. Bangunan di balik tembok luar berfungsi
sebagai kantor-kantor rumah tangga kekaisaran, tempat penyimpanan, dan Chūwain
(中和院?). Di dalam Chūwain yang juga dikelilingi tembok terpisah
terdapat kuil Shinto tempat kaisar melakukan
upacara keagamaan. Letak Chūwain di bagian barat Istana Dalam dan merupakan
titik pusat dari kompleks Istana Heian. Pintu gerbang utama kompleks Istana
Heian disebut Kenreimon (建礼門?) yang berada di tembok selatan kompleks Dairi.[7]
Bangunan inti di Dairi adalah kompleks kediaman kaisar
yang letaknya di sebelah timur Chūwain. Kompleks bangunan tempat tinggal kaisar
juga dikelilingi tembok. Dari utara ke selatan, panjang tanah kira-kira
215 m, sementara lebar dari timur ke barat kira-kira 170 m.[8] Pintu gerbang utama disebut Shōmeimon (承明門?), berada di bagian tengah tembok selatan Dairi, tepat di
utara pintu gerbang Kenreimon. Berbeda dengan Chōdō-in dan Buraku-in yang
dibangun dengan arsitektur Cina, Dairi bergaya arsitektur
Jepang yang sederhana, namun
masih dalam skala besar. Gaya arsitektur Dairi disebut shinden-zukuri yang umum dipakai di rumah-rumah dan vila para
aristokrat pada zaman itu. Dinding bangunan dan atap dibuat dari kayu yang
tidak dicat. Bangunan-bangunan dibuat seperti rumah panggung dan dihubungkan
satu sama lainnya dengan laluan beratap atau beratap sebagian. Di antara
gedung-gedung dan laluan terdapat halaman berbatu-batu dan taman kecil.
Bangunan terbesar di Dairi disebut Aula Tahta atau
Shishinden (紫宸殿?) yang digunakan untuk upacara resmi. Aula ini berbentuk
persegi panjang dengan ukuran panjang dari timur ke barat kira-kira 30 m, dan
lebar dari utara ke selatan 25 m .[8] Gedung ini berada tepat di tengah poros utara-selatan
Dairi. Di bagian depan aula yang menghadap ke pintu gerbang Shōmeimon terdapat
halaman istana. Halaman istana berbentuk persegi panjang, dan ditanami pohon jeruk tachibana dan
sakura di sisi kiri-kanan tangga masuk gedung. Di sayap kiri dan sayap kanan
halaman istana terdapat aula-aula yang lebih kecil dan berhubungan dengan
Shishinden. Tata letak bangunan seperti ini menyerupai tata letak bangunan
model Cina yang umum dijumpai waktu itu di bangunan vila gaya shinden-zukuri
.
.
Shishinden di ada Istana Kekaisaran Kyoto sekarang. Gedung ini dibangun berdasarkan model gedung
zaman Heian.
Gedung Shishinden dipakai untuk acara dan upacara resmi
yang tidak dilaksanakan di Daigokuden atau kompleks Chōdō-in. Gedung ini
mengambil alih fungsi gedung yang lebih besar dan lebih formal dari zaman-zaman
sebelumnya karena urusan sehari-hari pemerintahan sejak awal abad ke-9 sudah
tidak lagi memerlukan kehadiran kaisar di Daigokuden.[5] Apalagi setelah didirikannya kantor sekretariat pribadi
kaisar yang disebut Kurōdodokoro (蔵人所?), ketergantungan terhadap prosedur resmi pemerintahan
seperti diatur dalam Ritsuryō makin berkurang. Kurōdodokoro mengambil alih tugas
koordinasi antarbadan pemerintah. Kantornya berada di gedung Kyōshōden (校書殿?) yang berada di barat daya Shishinden.[9]
Di utara Shishinden terdapat gedung bernama Jijūden (仁寿殿?). Konstruksi gedung ini mirip Shishinden namun berukuran
lebih kecil. Jijūden berfungsi sebagai tempat tinggal kaisar. Namun sejak awal
abad ke-9, kaisar lebih sering memilih untuk tinggal di gedung-gedung lain yang
ada di dalam Dairi. Gedung ketiga yang juga berukuran lebih kecil disebut
Shōkyōden (承香殿?) berada di sebelah utara Jijūden pada poros utama Dairi.
Ketika dalam pembangunan kembali setelah kebakaran yang melanda Dairi pada 960, kediaman kaisar dipindahkan ke gedung Seiryōden (清涼殿?) yang lebih kecil.[10] Bagian depan Seiryōden menghadap ke timur, dan berada di
sebelah barat laut Shishinden. Secara berangsur-angsur, Seiryōden juga mulai
dipakai untuk rapat-rapat, dan kaisar menghabiskan sebagian besar waktunya di
tempat ini. Bagian tersibuk dari bangunan ini disebut Tenjōnoma (殿上間?) berupa aula tempat bangsawan berpangkat tinggi datang
untuk menghadap kaisar.
Permaisuri dan istri-istri kaisar yang lain, resmi maupun
tidak resmi, bertempat tinggal di Dairi, tepatnya di gedung-gedung yang berada
di baguan utara kompleks. Permaisuri dan istri-istri resmi tinggal di bangunan-bangunan
paling prestisius yang diberi nama Kokiden (弘徽殿?), Reikeiden (麗景殿?), Jōneiden (常寧殿?), serta Kōryōden (後涼殿?) dan Fujitsubo (藤壷?) yang keduanya merupakan bangunan terdekat dengan
kediaman kaisar di Seiryōden. Bangunan-bangunan tersebut dibangun menurut tata
letak arsitektur Cina.[11] Istri-istri lain dan pelayan wanita menempati
bangunan-bangunan lain di bagian utara Dairi.
Salah satu dari Pusaka
Kekaisaran Jepang berupa replika Yata no kagami (kaca suci) juga disimpan di gedung bernama Unmeiden (温明殿?) yang ada di dalam kompleks Dairi.[12]
Istana Kekaisaran Kyoto yang sekarang berada di lokasi yang dulunya sudut timur
laut Heian-kyō. Istana Kekaisaran Kyoto dibangun sebagai replika dari Dairi
pada zaman Heian, khususnya Shishinden dan Seiryōden.
Sejarah
Istana Heian adalah kompleks bangunan terpenting dan
pertama dibangun di ibu kota Heian-kyō. Istana Heian belum sepenuhnya selesai
ketika istana dipindahkan ke Heian-kyō pada tahun 794 berdasarkan perintah Kaisar Kammu. Daigokuden selesai tahun berikutnya (795), dan kantor
pemerintah yang menangani pembangunan dibubarkan pada tahun 805.[13]
Walaupun sudah dibangun dengan megah memakai arsitektur
Cina, kompleks Chōdō-in dan Buraku-in secara bertahap tidak lagi dipakai.
Penyebab utama adalah ditinggalkannya secara bertahap proses administrasi dan
birokrasi Ritsuryō. Pusat kesibukan kompleks istana pindah ke Istana Dalam
(Dairi) dan Shishinden. Di kemudian hari, Seiryōden bahkan mengambil alih peran
Daigokuden sebagai pusat kesibukan urusan pemerintahan.
Sejalan dengan pindahnya pusat kesibukan di Dairi, bagian
luar kompleks istana menjadi makin tidak aman, terutama pada malam hari. Salah
satu alasan penyebab adalah kepercayaan takhyul yang kuat dalam masyarakat
waktu itu. Gedung kosong dijauhi karena takut dengan arwah dan hantu. Kompleks
Buraku-in bahkan dipercaya sebagai berhantu. Selain itu, usaha pengamanan
istana makin berkurang. Pada awal abad ke-11 kemungkinan hanya ada satu pintu
gerbang yang dijaga, yaitu pintu gerbang timur Yōmeimon. Oleh karena itu, kasus
pencurian dan tindak kejahatan dengan kekerasan di dalam istana menjadi masalah
pada paruh pertama abad ke-11.[14]
Kemungkinan kebakaran terus menghantui kompleks istana
yang seluruhnya dibangun dari kayu. Walaupun gedung Daigokuden jarang
digunakan, gedung ini dibangun kembali setelah terbakar pada tahun 876, 1068, dan 1156. Setelah kebakaran besar 1177 yang menghancurkan sebagian besar kompleks Istana Heian,
Daigokuden tidak pernah dibangun kembali. Burakuin habis terbakar pada tahun 1063 dan tidak pernah dibangun kembali.[10]
Pada tahun 960, Dairi juga berulang kali dihancurkan oleh kebakaran,
tapi dibangun kembali secara sistematis dan digunakan sebagai kediaman resmi
kekaisaran hingga akhir abad ke-12.[10] Semasa berlangsungnya pembangunan kembali Dairi, kaisar
sering harus tinggal di istana cadangan sato-dairi (里内裏?) yang berada di dalam kota Heian-kyō. Kaisar sering kali
harus tinggal di istana yang disediakan oleh klan Fujiwara. Pada waktu itu, klan Fujiwara secara de facto
memegang kendali politik dengan cara menyediakan istri-istri untuk para kaisar.
Sebelum berakhirnya zaman Heian, istana sudah berubah fungsi menjadi kediaman
kakek nenek kaisar dari pihak ibu (klan Fujiwara). Sistem insei (院政?) atau pemerintahan dari balik biara yang dijalankan
sejak 1086 makin mengurangi pentingnya peran Istana Heian. Kaisar
yang sudah pensiun menjalankan pemerintahan dari istana kediaman mereka di
dalam kota atau luar kota.
Setelah kebakaran tahun 1177, kompleks Istana Heian ditinggalkan, dan kaisar tinggal
di dalam kota di istana-istana yang lebih kecil (bekas sato-dairi) atau
vila di luar kota. Pada tahun 1227, kebakaran akhirnya
menghancurkan bangunan Dairi yang tersisa, dan kompleks Istana Heian sama
sekali tidak bisa dipakai lagi. Pada tahun 1334, Kaisar Go-Daigo mengeluarkan perintah pembangunan kembali Istana Heian,
namun tidak terlaksana karena tidak ada biaya.Lokasi Istana Kekaisaran Kyoto yang sekarang berada tepat di bagian barat Rumah Besar
Tsuchimikado (土御門殿 Tsuchimikado-dono?) yang merupakan kediaman resmi klan Fujiwara di sudut
timur laut kota.
Batu peringatan di situs aula istana Daigokuden.
Informasi yang cukup tentang Istana Heian bisa didapat
dari sumber-sumber kontemporer dan dokumen sejarah. Istana H
eian dijadikan lokasi untuk sebagian besar karya sastra fiksi dan nonfiksi asal zaman Heian. Dari naskah-naskah kuno bisa diperoleh informasi tentang keadaan istana, acara dan upacara resmi yang diadakan di istana, serta kehidupan sehari-hari para istri kaisar yang bekerja dan hidup di sana. Salah satu karya sastra yang utama dari zaman Heian adalah Hikayat Genji karya Murasaki Shikibu, Buku Bantal oleh Sei Shōnagon, dan buku sejarah Hikayat Eiga. Walaupun beberapa di antaranya adalah imajinasi pelukisnya, lukisan-lukisan di emakimono menggambarkan peristiwa yang terjadi di istana. Lukisan gulung Genji Monogatari Emaki dari sekitar tahun 1130 mungkin merupakan salah satu lukisan yang paling menggambarkan keadaan Istana Heian. Walaupun sebagian sudah rusak, tata letak serta fungsi masing-masing bangunan dalam kompleks Dairi masih bisa diketahui dari peta istana abad ke-10 dan abad ke-12.
eian dijadikan lokasi untuk sebagian besar karya sastra fiksi dan nonfiksi asal zaman Heian. Dari naskah-naskah kuno bisa diperoleh informasi tentang keadaan istana, acara dan upacara resmi yang diadakan di istana, serta kehidupan sehari-hari para istri kaisar yang bekerja dan hidup di sana. Salah satu karya sastra yang utama dari zaman Heian adalah Hikayat Genji karya Murasaki Shikibu, Buku Bantal oleh Sei Shōnagon, dan buku sejarah Hikayat Eiga. Walaupun beberapa di antaranya adalah imajinasi pelukisnya, lukisan-lukisan di emakimono menggambarkan peristiwa yang terjadi di istana. Lukisan gulung Genji Monogatari Emaki dari sekitar tahun 1130 mungkin merupakan salah satu lukisan yang paling menggambarkan keadaan Istana Heian. Walaupun sebagian sudah rusak, tata letak serta fungsi masing-masing bangunan dalam kompleks Dairi masih bisa diketahui dari peta istana abad ke-10 dan abad ke-12.
Selain bukti-bukti tertulis, ekskavasi arkeologis yang
dilakukan sejak 1970-an mengungkap informasi lebih lanjut mengenai Istana
Heian. Keberadaan dan lokasi bangunan-bangunan seperti kompleks Buraku-in telah
dipastikan sesuai dengan sumber-sumber tertulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar